Beranda | Artikel
Reksadana Syariat Dalam Sorotan
Selasa, 13 Maret 2012

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Bagaimana hukum investasi reksadana di sekuritas syariah?
Terima kasih Ustadz, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda sekalian beserta keluarga.

Dari: Ichibi Gara

Jawaban:
Pendahuluan

Harta benda merupakan karunia Allah Ta’ala kepada seluruh umat manusia. Sebagai konsekuensinya, hendaknya harta tersebut dimanfaatkan dengan baik agar tercapai kemaslahatan bagi semua umat. Bukan hanya bagi para pemiliknya, namun juga bagi seluruh komponen umat.

Ibnu Katsir berkata, “Penentuan orang-orang yang berhak mendapatkan harta rampasan perang bertujuan untuk melindungi mereka, agar orang-orang kuat nan kaya tidak memonopoli pemanfaat harta tersebut. Akibatnya orang-orang kuat membelanjakannya hanya untuk memenuhi kesenangan dan keinginan pribadi mereka, tanpa memperdulikan nasib kaum fuqara’. (Tafsir Ibnu Katsir, 8:67)

Mengenal Arti Reksadana Syariah

Reksadana berfungsi sebagai wadah atau lembaga intermediasi yang membantu masyarakat pemodal dalam menempatkan modalnya. Investasi melalui reksadana memiliki berbagai kelebihan, di antaranya:

  • Dana Anda dikelola oleh satu tim ekonomi yang handal nan profesional.
  • Biaya yang harus Anda tanggung relatif murah.
  • Adanya transaparasi informasi.
  • Ada bagian dari keuntungan hasil usaha.

Selisih antara harga beli dan jual (capital gain).

Di negri kita, Dewan syariah Nasional (DSN) telah menerbitkan fatwa no: 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syariah. Fatwa DSN ini menjadi pedoman utama bagi pelaksanaan reksadana umat.

Mekanisme Praktek Reksadana Syariah

Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal, menjelaskan bahwa reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal. Dan setelah terkumpul dana tersebut, oleh manejer investasi, diinvestasikan dalam portofolio efek.

Reksadana dapat terlaksana bila melibatkan 4 pihak berikut:

Masyarakat pemodal
Sebagai pemilik dana. Mereka berhak mendapatkan dua hal: bukti kepemilikan yang berupa unit penyertaan reksadana syariah dan bagian dari hasil investasi.

Manajer Investasi
Mewakili masyarakat pemodal dalam pengelolaan dana mereka. Atas perannya ini, manejer investasi berhak mendapatkan fee, dengan persentase tertentu dari nilai aktiva bersih reksadana. Sebaliknya bila terjadi kerugian atau gagal usaha, maka manejer investasi tidak menanggung resiko kerugian, selama bukan karena kelalaian atau kesengajaan.

Emiten
Pihak yang menerbitkan efek dan sekaligus pengguna investasi masyarakat pemodal dalam berbagai usaha halal yang ia jalankan. Penggunaan dana masyarakat pemodal ini dilakukan dengan skema bagi hasil atau mudharabah.

Bank Kustodian
Pihak yang bertugas melayani penitipan, menghitung, menerima dan melakukan pembayaran berbagai pembiayaan terkait. Dengan peran ini, bank kustodian mendapatkan fee yang dengan persentase tertentu dari nilai aktiva bersih reksadana.

Tinjauan Hukum Syariat.

Dengan mencermati rangkuman penjelasan di atas, maka ada tiga kejanggalan yang menurut hemat saya, mengurangi status kehalalan model investasi ini;

Pertama, Hak Masyarakat Pemodal
Masyarakat pemodal hanya mendapatkan bukti kepemilikan yang berupa unit penyertaan modal, dan bukan kepemilikan atas unit usaha yang dikelola oleh emiten sebagai pengguna. Padahal, akad yang mengikat mereka, yang diwakili oleh Manejer Investasi dan emiten adalah akad mudharabah. Seharusnya masyarakat pemodal berperan sebagai sahib al-mal (pemilik harta), berupa modal dan tentunya unit usaha yang dijalankan dengan modal mereka.

Walau demikian, tatkala terjadi kegagalan usaha, masyarakat pemodal diminta bertanggung jawab atas resiko kerugian sebesar persentase modal yang mereka sertakan.

Adapun bukti unit penyertaan modal Reksadana yang diterima oleh masyarakat pemodal, sejatinya hanyalah bukti pengakuan wakalah yang diterbitkan oleh manejer investasi. Dan tentunya Anda memahami bedanya dengan bukti kepemilikan atas unit usaha yang dijalankan oleh emiten dengan dana mereka.

Pada kasus Reksadana telah terjadi ketidak-adilan, karena masyarakat pemodal harus menanggung kewajiban yang melebihi batas kewajaran. Hak kepemilikannya dipindahkan kepada emiten, tanpa ada alasan yang dibenarkan secara syariat pula. Dengan demikian praktek semacam ini adalah bentuk memakan harta orang lain dengan cara-cara yang tidak benar. Allah berfirman, yang artinya,

وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al Baqarah: 188)

Kedua, Hak Manejer Investasi
Atas jasanya, manejer investasi yang berperan ‘mewakili’ masyarakat pemodal, berhak mendapatkan bagian dari nilai aktiva bersih yang dihitung dalam persentase. Akad ini, dalam disiplin ilmu fiqih disebut dengan akad ijarah (jual jasa) atau akad ju’alah (upah).

Kemudian, ulama fiqih telah menjelaskan bahwa upah dalam kedua jenis akad itu haruslah ditentukan dalam bentuk nominal, dan bukan dalam persentase. Penentuan hak manejer investasi dalam persentase semacam ini termasuk bentuk gharar yang diharamkan dalam syariat.

Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli untung-untungan (gharar).” (HR. Muslim)

Ketiga, Hak Bank Kustodian
Bila Anda cermati dengan seksama, tugas Bank Kustodian hanyalah sebatas memberikan layanan, dengan demikian sejatinya akad yang mengikat bank kustodian adalah akad ijarah. Konsekuensinya, seharusnya imbalan yang mereka terima adalah upah yang dtentukan dalam nominal tertentu dan bukan dalam persentase dari nilai aktiva bersih reksadana.

Catatan Redaksi Pengusaha Muslim

Artikel di atas adalah sinopsis dari artikel yang ditulis oleh Dr. Muhammad Arifin Baderi. Artikel ini diterbitkan di majalah Pengusaha Muslim edisi 25, yang secara khusus mengupas tentang studi kritis terhadap produk bank syariah.

Anda bisa mendapat kajian lebih mendalam tentang berbagai produk perbankan syariah, yang akan diulas dalam acara: SEMINAR NASIONAL BANK SYARIAH

Seminar ini bertajuk: “Adakah Riba di Bank Syariah? ”

Narasumber:
Seminar nasional ini menghadirkan tiga narasumber:
1. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia
“Undang-undang Perbankan Syariah & Sistem Regulasi BI terhadap Bank Syariah h

2. Prof. Dr. Muhamad (Dewan pakar Masyarakat Ekonomi Syariah DIY)
“Studi Komparasi Konsep Perbankan Konvensional & Perbankan Syariah h

3. Ust. Dr. Muhamad Arifin Baderi (Pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia)
“Membongkar Praktek Riba Perbankan Syariah

Waktu:
Seminar ini dilaksanakan pada:
Hari : Sabtu, 24 Maret 2012
Pukul : 08.00 – 15.00 WIB

Tempat:
Gedung Theatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Peserta:
Terbuka untuk umum

Kontribusi & fasilitas:
a. Mahasiswa : Rp 50.000 (fas. Sertifikat seminar + majalah edisi lama)
b. Umum : Rp 80.000 (fas. Majalah edisi terbaru)

Fasilitas:
Pemegang majalah Pengusaha Muslim edisi terbaru diskon 20%
Semua peserta mendapatkan snack, softdrink, dan makan siang.

Contact Person
Email: [email protected]

Telp.:
a. 0274-8378008
b. 081567989028
c. 081228048666

Pendaftaran
Pendaftaran dibuka hari ini.

Demikian, semoga bermanfaat. Ya Allah mudahkanlah langkah kami untuk membangun ekonomi umat yang berbasis syariah.

🔍 Amalan Wanita Haid, Niat Sedekah Untuk Orang Lain, Shadaqallahul Azhim, Ingin Menikah, Amalan Bulan Dzulhijjah, Agama Yang Diridhoi Allah

 

Flashdisk Video Cara Shalat dan Bacaan Shalat

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/10705-reksadana-syariat-dalam-sorotan.html